PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Cyber Crime
Pada awalnya, cyber crime didefinisikan sebagai kejahatan komputer.
Menurut mandell dalam Suhariyanto (2012:10) disebutkan ada dua kegiatan Computer Crime :
1. Penggunaan komputer untuk melaksanakan perbuatan penipuan, pencurian atau penyembunyian yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan keuangan, keuntungan bisnis, kekayaan atau pelayanan.
2. Ancaman terhadap kompute itu sendiri, seperti pencurian perangkat keras atau lunak, sabotase dan pemerasan
Pada dasarnya cybercrime meliputi tindak pidana yang berkenaan dengan sistem informasi baik sistem informasi itu sendiri juga sistem komunikasi yang merupakan sarana untuk penyampaian/pertukaran informasi kepada pihak lainnya.
2.2. Pengertian Cyberlaw
Cyberlaw adalah Aspek hukum yang istilahnya berasal dari cyberspace law yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subjek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki cyberspace atau dunia maya.
Berikut merupakan beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika).
Cyberlaw merupakan salah satu solusi dalam menangani kejahatan di dunia maya yang
demikian meningkat jumlahnya.Cyberlaw bukan saja keharusan, melainkan sudah merupakan suatu kebutuhan untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini, yaitu banyaknya berlangsung kegiatan cybercrime.Tetapi Cyberlaw tidak akan terlaksana dengan baik tanpa didukung oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan ahli dalam bidangnya. Tingkat kerugian yang ditimbulkan dari adanya kejahatan dunia maya ini sangatlah besar dan tidak dapat dinilai secara pasti berapa tingkat kerugiannya.
Tetapi perkembangan cyberlaw di Indonesia ini belum bisa dikatakan maju. Oleh karena itu, pada tanggal 25 Maret 2008 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE ini mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Sejak dikeluarkannya UU ITE ini, maka segala aktivitas didalamnya diatur dalam undang-undang tersebut. Cyberlaw ini sudah terlebih dahulu diterapkan di Negara seperti Amerika Serikat, Eropa,Indonesia, Australia, dan lain sebagainya.
2.3. Tujuan Cyberlaw
Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.
2.4. Ruang Lingkup Cyberlaw
Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet.
Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber law :
1. Copy Right (Hak Cipta)
2. Trademark (Hak Merk)
3. Defamation (Pencemaran Nama Baik)
4. Hate Speech (Fitnah, Penghinaan,Penistaan)
5. Hacking, Viruses, Illegal Access (Serangan terhadap fasilitas computer)
6. Regulation Internet Resource
7. Privacy
8. Duty Care (Prinsip Kehati-hatian)
9. Criminal Liability
10. Procedural Issues (yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dll)
11. Electronic Contract (kontrak elektronik dan di tanda tangan digital)
12. Pornography
13. Robbery (Pencurian)
14. Consumer Protection (Perlindungan konsumen)
15. E-Commerce, E- Government
1. Copy Right (Hak Cipta)
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Trademark (Hak Merk)
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
3. Defamation (Pencemaran Nama Baik)
Defamation diartikan sebagi pencemaran nama baik dan bisa juga dengan istilah slander (lisan), libel (tertulis) yang dalam Bahasa Indonesia (Indonesian translation) diterjemahkan menjadi pencemaran nama baik, fitnah (lisan), fitnah (tertulis). Slander adalah oral defamation (fitnah secara lisan) sedangkan Libel adalah written defamation (fitnah secara tertulis). Dalam bahasa Indonesia belum ada istilah untuk membedakan antara slander dan libel. Penghinaan atau defamation secara harfiah diartikan sebagai sebuah tindakan yang merugikan nama baik dan kehormatan seseorang.
4. Hate Speech (Fitnah, Penghinaan,Penistaan)
Hate Speech dalam arti hukum, Hate speech adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut.
5. Hacking, Viruses, Illegal Access (Serangan terhadap fasilitas computer)
Hacking adalah suatu aktifitas dari hacker yaitu orang yang tertarik dan mendalami sistem operasi komputer sehingga mengetahui kelemahan yang ada pada suatu sistem tetapi tidak memanfaatkan
kelemahan suatu sistem atau situs kemudian dengan kemampuannya itu kelemahan tersebut untuk hal kejahatan.
Virus adalah program yang dibuat oleh seorang programmer yang bersifat mengganggu dan merusak proses-proses yang dikerjakan komputer. Virus menginfeksi file dengan eksetensi tertentu. Misalnya exe, txt, jpg dan lain sebagainya.
Illegal access merupakan kejahatan dunia maya yang berkaitan dengan kerahasiaan, integritas dan keberadaan data dan sistem komputer. Illegal access terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup kedalam suatu system jaringan komputer dengan tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Dengan maksud untuk mendapatkan data komputer atau maksud-maksud tidak baik lainnya, atau berkaitan dengan sistem komputer yang dihubungkan dengan sistem komputer lain.
6. Regulation Internet Resource
7. Privacy
Kerahasiaan pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari keamanan.
8. Duty Care (Prinsip Kehati-hatian)
Duty Care adalah Dimana seseorang atau suatu instansi harus berhati-hati dalam menggunakan media internet. karena media internet sangat banyak sekali cybercrime sehingga duty care (prinsip kehati-hatian) itu sangat diperlukan.
2.5. Topik-topik Cyberlaw
Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
• Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
• On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
• Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
• Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
• Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
2.6. Komponen-komponen Cyberlaw
• Pertama, tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu;
• Kedua, tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet;
• Ketiga, tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang patent, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber;
• Keempat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan;
• Kelima, tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet;
• Keenam, tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi;
• Ketujuh, tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.
2.7. Asas-asas Cyberlaw
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu:
• Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
• Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
• Nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
• Passive nationality, yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
• Protective principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,
• Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.
Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location.
2.8. Teori-teori Cyberlaw
Berdasarkan karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang cyber maka dapat dikemukakan beberapa teori sebagai berikut :
• The Theory of the Uploader and the Downloader, Berdasarkan teori ini, suatu negara dapat melarang dalam wilayahnya, kegiatan uploading dan downloading yang diperkirakan dapat bertentangan dengan kepentingannya. Misalnya, suatu negara dapat melarang setiap orang untuk uploading kegiatan perjudian atau kegiatan perusakan lainnya dalam wilayah negara, dan melarang setiap orang dalam wilayahnya untuk downloading kegiatan perjudian tersebut. Minnesota adalah salah satu negara bagian pertama yang menggunakan jurisdiksi ini.
• The Theory of Law of the Server. Pendekatan ini memperlakukan server dimana webpages secara fisik berlokasi, yaitu di mana mereka dicatat sebagai data elektronik. Menurut teori ini sebuah webpages yang berlokasi di server pada Stanford University tunduk pada hukum California. Namun teori ini akan sulit digunakan apabila uploader berada dalam jurisdiksi asing.
• The Theory of International Spaces. Ruang cyber dianggap sebagai the fourth space. Yang menjadi analogi adalah tidak terletak pada kesamaan fisik, melainkan pada sifat internasional, yakni sovereignless quality.
2.9. Hukum Yang Terkait
Untuk hukum yang terkait dengan masalah dunia cyber. Di Indonesia saat ini sudah ada Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berhubungan dengan dunia cyber, yaitu RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) yang telah di sahkan menjadi undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Dan telah ditetapkan menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna Dewan tanggal 25 Maret 2008.UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal dengan cakupan materi antara lain:
- Pengakuan informasi dan atau dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
- Pengakuan atas tanda tangan elektronik.
- Penyelenggaraan sertfikasi elektronik dan sistem elektronik.
- Hak kekayaan intelektual dan perlindungan hak pribadi.
- Perbuatan yang dilarang serta ketentuan pidananya.
2.10. Perangkat Hukum Cyber law
Menetapkan prinsip-prinsip dan pengembangan teknologi informasi antara lain:
- Melibatkan unsur yang terkait (pemerintah, swasta, professional).
- Menggunakan pendekatan moderat untuk mensintesiskan prinsip hukum konvensional.
- Memperhatikan keunikan dari dunia maya.
- Mendorong adanya sector swasta sebagai leader dalam persoalan yang menyangkut industry.
- Pemerintah harus mengambil peran dan tanggung jawab yang jelas untuk persoalan.
- Aturan hukum yang akan dibentuk tidak bersifat restriktif melainkan harus direktif.
Melakukan pengkajian terhadap perundangan nasional yang memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan munculnya persoalan huikum akibat transaksi di internet seperti: UU Hak Cipta, UU Merk, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Perlindungan Konsumen, UU Penyiaran dan Telekomunikasi, UU Perseroan Terbatas, UU Penanaman Modal Asing, UU Per-pajakan, Hukum Kontrak, Hukum Pidana dll.
2.11. Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Penyalahgunaan Informasi Dunia Maya
“Salah satu kemajuan terknologi informasi yang diciptakan pada akhir abad ke-20 adalah internet. Jaringan komputer-komputer yang saling terhubung membuat hilangnya batas-batas wilayah. Dunia maya menginternasionalisasi dunia nyata. Dunia cyber yang sering disebut dunia maya menjadi titik awal akselerasi distribusi informasi dan membuat dunia internasional menjadi tanpas batas. “Teknologi informatika saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban dunia, sekaligus menjadi sarana efektif melawan hukum. Maka untuk menghadapi sifat melawan hukum yang terbawa dalam perkembangan informasi data di dunia maya. Diperlukan sebuah perlawanan dari hukum positif yang ada. “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya” hal ini adalah asas legalitas yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana merupakan salah satu instrumen dalam menghadapi perbuatan melawan hukum. Maka perlu dikaji lebih mendalam secara teoritik bagaimana kebijakan hukum pidana yang dalam faktanya sering kalah satu langkah dengan tindak pidana. Dalam hal ini terhadap kejahatan penyalahgunaan informasi data di dunia cyber.
Sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE) Pasal 1 angka 1 bahwa : “Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, poto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2.12. Perkembangan Cyberlaw di Indonesia
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.
Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
2.13. Pasal dalam Undang-undang ITE
Pada awalnya kebutuhan akan Cyber Law di Indonesia berangkat dari mulaibanyaknya transaksi-transaksi perdagangan yang terjadi lewat dunia maya. Atastransaksi-transaksi tersebut, sudah sewajarnya konsumen, terutama konsumen akhir(end-user) diberikan perlindungan hukum yang kuat agar tidak dirugikan, mengingat transaksi perdagangan yang dilakukan di dunia maya sangat rawanpenipuan.
Dan dalam perkembangannya, UU ITE yang rancangannya sudah masuk dalamagenda DPR sejak hampir sepuluh tahun yang lalu, terus mengalami penambahandisana-sini, termasuk perlindungan dari serangan hacker, pelaranganpenayangancontent yang memuat unsur-unsur pornografi, pelanggaran kesusilaan,pencemaran nama baik, penghinaan dan lain sebagainya.
Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarangdalam UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis perbuatan yang dilarang. Dari 11Pasal tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan membahayakan blogger, pasal-pasalyang mengatur larangan-larangan tertentu di dunia maya, yang bisa saja dilakukanoleh seorang blogger tanpa dia sadari. Pasal-Pasal tersebut adalah Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), serta Pasal 45 ayat (1) dan (2).
Pasal 27 ayat (1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 27 ayat (3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal 28 ayat (2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut, UU ITE memberikan sanksi yang cukup berat sebagaimana di atur dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2).
Pasal 45 ayat (1)
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 45 ayat (2)
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pelanggaran Norma Kesusilaan
Larangan content yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) idealnya mempunyai tujuan yang sangat mulia. Pasal ini berusaha mencegah munculnya situs-situs porno dan merupakan dasar hukum yang kuat bagi pihak berwenang untuk melakukan tindakan pemblokiran atas situs-situs tersebut. Namun demikian, tidak adanya definisi yang tegas mengenai apa yang dimaksud melanggar kesusilaan, maka pasal ini dikhawatirkan akan menjadi pasal karet.
Bisa jadi, suatu blog yang tujuannya memberikan konsultasi seks dan kesehatan akan terkena dampak keberlakuan pasal ini. Pasal ini juga bisa menjadi bumerang bagi blog-blog yang memuat kisah-kisah perselingkuhan, percintaan atau yang berisi fiksi macam novel Saman, yang isinya buat kalangan tertentu bisa masuk dalam kategori vulgar, sehingga bisa dianggap melanggar norma-norma kesusilaan.
Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik
Larangan content yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) ini sebenarnya adalah berusaha untuk memberikan perlindungan atas hak-hak individu maupun institusi, dimana penggunaan setiap informasi melalui media yang menyangkut data pribadi seseorang atau institusi harus dilakukan atas persetujuan orang/institusi yang bersangkutan.
Bila seseorang menyebarluaskan suatu data pribadi seseorang melalui media internet, dalam hal ini blog, tanpa seijin orang yang bersangkutan, dan bahkan menimbulkan dampak negatif bagi orang yang bersangkutan, maka selain pertanggungjawaban perdata (ganti kerugian) sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU ITE, UU ITE juga akan menjerat dan memberikan sanksi pidana bagi pelakunya.
Dalam penerapannya, Pasal 27 ayat (3) ini dikhawatirkan akan menjadi pasal sapu jagat atau pasal karet. Hampir dipastikan terhadap blog-blog yang isinya misalnya: mengeluhkan pelayanan dari suatu institusi pemerintah/swasta, atau menuliskan efek negatif atas produk yang dibeli oleh seorang blogger, blog yang isinya kritikan-kritikan atas kebijakan pemerintah,blogger yang menuduh seorang pejabat telah melakukan tindakan korupsi atau tindakan kriminal lainnya, bisa terkena dampak dari Pasal 27 ayat (3) ini.
Pasal Pencemaran Nama Baik
Selain pasal pidana pencemaran nama baik dalam UU ITE tersebut di atas, Kitab-Kitab Undang Hukum Pidana juga mengatur tentang tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal-pasal pidana mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik ini memang sudah lama menjadi momok dalam dunia hukum. Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal 310 dan 311 KUHP.
Pasal 310 KUHP :
“(1) Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan……..”
“(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dimuka umum,maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan…”
“(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.”
Pasal 311 KUHP:
“(1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran tertulis, dalam hal dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bettentangan dengan apa yang diketahui, maka da diancam karena melakukan fitnah, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”
2.14. Dampak positif dan negatif undang-undang informasi dan transaksi elektronik
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang bisa disingkat dengan UU ITE yang diterbitkan pada 25 Maret 2008 dengan cakupan meliputi globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang ini marupakan undang-undang yang dinilai mempunyai sisi positif dan negatif.
UU itu juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik serta memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya transaksi dagang.Penyalahgunaan internet kerap kali terjadi seperti pembobolan situs-situs tertentu milik pemerintah.Kegiatan ekonomi lewat transaksi elektronik seperti bisnis lewat internet juga dapat meminimalisir adanya penyalahgunaan dan penipuan.
UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar Indonesia dapat diadili.Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet.Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang kurang tersentuh adanya internet.Undang-undang ini juga memberikan solusi untuk meminimalisir penyalahgunaan internet.
BAB III
STUDY KASUS
3.1.Kasus Pencemaran Nama baik
Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi saat ini bukan hanya memberikan dampak yang positif,tapi juga bisa memberi dampak negatif atau bisa dikatakan dunia maya juga mempunyai sisi gelapnya tersendiri .saat ini kejahatan bukan hanya terjadi di dunia nyata saja tetapi juga bisa terjadi di dunia maya.sebagai contoh adalah pencemaran nama baik (Defamation),bila kita cermati saat ini kasus pencemaran nama baik di dunia maya melalui media online banyak terjadi,contoh kasus pencemaran nama baik yang pernah terjadi di masyarakat dan sempat menimbulkan polemik dan kontraversi di masyarakat pada tahun 2009 adalah kasus Prita Mulyasari yang menyampaikan keluhan melalui surat elektronik (e-mail) mengenai pelayanan Rumah Sakit (RS) Omni International Tangerang.
Keluh kesah Prita tersebut berwujud email yang dikirimkan Prita ke temantemannyasebagai curhat dan wujud kekecewaannya atas pelayanan publik di rumah sakit OMNI International Hospital. Email Prita tersebut berjudul “Penipuan Omni International Hospital Alam Sutra Tanggerang”.Sebagian kutipan tulisan Prita dalam emailnya :
”Bila anda berobat, berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit dan
titel international, karena semakin mewah rumah sakit dan semakin
pinter dokter, maka semakin sering uji pasien, penjualan obat dan
suntikan, saya tidak mengatakan semua rumah sakit international
seperti ini, tapi saya mengalami kejadian ini di Rumah Sakit OMNI
International”.(Tempo, Edisi 14 Juni 2009).
Email inilah yang kemudian dijadikan tuntutan oleh Jaksa PenuntutUmum kepada Pengadilan Negeri Tangerang untuk menuntut Prita dengan delik pencemaran nama baik (penghinaan), sebagaimana dimaksuf pasal 27 ayat (3) juncto pasal 45 ayat (1) Undang-Undang 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik, dan pasal 310 ayat (2) juncto pasal 311 ayat (1) KUHP.(Rakhmati Utami, SH., Surat Dakwaan Kejaksaan NegeriTangerang No. Reg. Perkara 432/TNG/05/2009, tertanggal 20 Mei 2009).
Dakwaan jaksa penuntut umum tersebut, merupakan sebuah faktaadanya penambahan pasal dari pasal yang dilaporkan dan pasal yang merupakan hasil penyidikan di tingkat kepolisian.Penambahan pasal ini oleh sebagian orang dianggap sebagai penyimpangan.Penyimpangan lain dalam kasus Prita adalah perampasan hak mengemukakan pendapat sebagaimana ditentukan dalam pasal 28 UUD 1945dan Pasal 19 Deklarasi Universal (PBB) Hak Asasi Manusia (DUHAM)tanggal 10 Desember 1928, serta pencabutan hak anak-anak Prita untuk mendapat ASASI yang merupakan bagian dari hak anak atas kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya, sebagaimana ditentukan dalam Konvensi Hak Anak yakni Kepres No.36 Tahun 1990, Undang-Undang No.39 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, demikian juga merupakan pengabaian hak konsumen atau pasien untuk mendapat pelayanan yang baik dari produsen atau dokter, sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Konsumen dan Undang-Undang Praktek Kedokteran.
PEMENUHAN UNSUR-UNSUR PASAL 27 AYAT (3) JO PASAL 45AYAT (1) UNDANG-UNDANG 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK, PASAL 310 AYAT (2) DAN PASAL 311 AYAT (1) KUHP DALAM KASUS PRITA.
1. Pemenuhan Unsur Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Ketentuan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan :
”Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikandan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. (Tim Redaksi Pustaka Yustisia, 2009, hal. 30. atau baca : Gradien Mediatama, 2009, hal. 53).
Sedangkan ketentuan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No.11 Tahun2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan :
”Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pasal 27ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjarapaling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyakRp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”. (Tim Redaksi PustakaYustisia, 2009, hal. 30. atau baca : Gradien Mediatama, 2009, hal. 53).
Dalam ketentuan pasal 27 ayat 3 dan pasal 45 ayat 1 Undang-UndangITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), tidak terdapat definisi secara jelas apa yang dimaksud dengan penghinaan atau pencemaran nama baik. Karena untuk menentukan secara jelas apa yang dimaksud dengan penghinaan atau pencemaran nama baik, harus merujuk pada ketentuan pasal 310 ayat (1) KUHP mengenai pencemaran lisan (smaad), pasal 310 ayat (2) mengenai pencemaran tertulis (smaadscrifft), dan pasal 310 ayat (3) sebagai penghapusan pidana (untuk kepentingan umum dan pembelaan terpaksa). Jika email Prita yang berjudul ”Rumah Sakit Omni International Telah Melakukan Penipuan” tersebut dianggap sebagai pencemaran nama baik (penghinaan) bagi dokter dan rumah sakit, sebagaimana ditentukan pasal 27 ayat 3 UU ITE, perlu diingat bahwa email Prita tersebut bersifat pribadi dan ditujukan hanya kepada teman-teman terdekatnya. Artinya, Prita tidak bermaksud menyebarluaskan tuduhan itu kepada umum.Dengan demikian, unsur penyebar-luasan sebagaimana disyaratkan pada pasal dimaksud tidak terpenuhi. Perbuatan Prita yang mengirimkan email tersebut mungkin tanpa motifsengaja mencemarkan nama baik, hanya bersifat keluhan pribadi, kecuali kalau teman-temannya sengaja mengirim kembali email tersebut kemudian menambah-nambahi, maka yang harus bertanggungjawab dalam permasalahanini seharusnya tidak hanya Prita tapi juga teman-temannya tersebut. Pasal 27 ayat (3) UU ITE ini cukup sulit pembuktiannya, oleh karena orang yang melanggar harus dibuktikan memiliki motif sengaja mencemarkan nama baik. Jika hanya bersifat keluhan pribadi, tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Sama halnya, ketika kita mengirimkan sms kesesorang yang isinya bahwa si A telah melakukan penipuan. Terkecuali jika memang ada motif tertentu dalam mengirim email atau sms, maka harus dibuktikan motif tersebut, sedangkan membuktikan adanya motif tertentu sangatlah sulit dilakukan. Sehingga tidak segampang itu menerapkan pasal 27 ayat (3) UU ITE tersebut, oleh karena dunia maya sangat jauh berbeda dengandunia nyata, setiap orang bisa dengan sangat mudah mengaku dia Prita,Krisdayanti, Lunamaya dan sebagainya. Satu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa pihak OMNI InternationalHospital telah memberikan klarifikasi dna hak jawabnya pada milis yang sama dengan Prita, namun ia masih tetap memproses permasalahan ini melalui jalur hukum pidana dan perdata, dan anehnya gugatan perdatanyapun dikabulkan. Pasal 45 ayat (1) UU ITE memang menjerat pelaku pasal 27 ayat (3) UU ITE dengan hukuman pejara diatas 5 (lima) tahun, namun jika permasalahan ini dikenakan pasal-pasal tersebu, maka betapa lemahnya posisi konsumen (pasien), dan ini jelas merupakan pemasungan warga negara untuk berpendapat. Jika hal ini dibenarkan, maka akan banyak korban seperti Prita, karena di era keterbukaan seperti ini, betapa banyak konsumen yang mengikuti rubrik surat pembaca di mass media maupun di blog untuk berkeluh kesah dan berdiskusi.
2. Pemenuhan Unsur Pasal 310 Ayat (2) Dan Pasal 311 Ayat (1) KUHP Ketentuan pasal 310 ayat (1) jo ayat (2) KUHP menyatakan :
“Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik
seseorang dengan menuduhkan suatu hal, dengan maksud terang supaya
tuduhan itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah”.
”jika hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan dan dipertunjukkan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4500,-(empat ribu lima ratus rupiah). (Andi Hamzah, 2003, hal.124).
Pasal 311 ayat (1) KUHP menyatakan :
”Barang siapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan,dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhan itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan dilakukannya sedang diketahui tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”.(R. Soesilo, 1976, hal. 196).
Ketentuan pasal 310 KUHP menjerat pelakunya dengan hukumanpenjara maksimum 9 (sembilan) bulan.Demikian pula, dengan ketentuan pasal 311 juga menjerat pelakunya dengan hukuman penjara maksimum 4 (empat) tahun. Jika kedua ketentuan ini dikoneksikan dengan ketentuan pasal 21 KUHAP, maka merupakan sebuah pelanggaran apabila Kejaksaan Negeri Tangerang menahan Prita, oleh karena menurut ketentuan pasal 21 KUHAP,penahan hanya bisa dilakukan jika ancaman hukumannya di atas 5 (lima) tahun. Sehingga jelas, tindakan jaksa penuntut umum dalam kasus Prita sangat tidak profesional.(Leden Marpaung, 1995, hal. 113).Pasal 310 KUHP cenderung mengatur tentang penghinaan formil, dalam artian, lebih melihat cara pengungkapan dan relatif tidak peduli dengan aspek kebenaran isi penghinaan. Sehingga pembuktian kebenaran penghinaan hanya terletak di tangan hakim sebagaimana diatur pasal 312 KUHP. Sehingga ketentuan semacam ini sangatlah bersifat subyektif dan ditentukan oleh kemampuan terdakwa untuk meyakinkan hakim bahwa penghinaan dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa membela diri, sebagaimana ditentukan pasal 310 ayat (3) maka jika Prita dapat membuktikan di depan persidangan bahwa tindakannya dilakukan untuk kepentingan umum dan membela diri, maka Prita akan terbebas dari segala dakwaan dan tuntutan hukum. Terlebih ketentuan pasal 310 KUHP (penghinaan, pencemaran nama baik) adalah sangat identik dengan adanya kehormatan, harkat dan martabat, sedangkan yang memiliki kehormatan, harkat dna marabat adalah manusia, badan hukum, sehinga oleh karenanya pasal 310 KUHP ini hanya diperuntuk kepada korban manusia bukan badan hukum. Hal ini merujuk pada ketentuan pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan :
”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya”.(Soetanto Soepiadhy, 2004, hal.70).
Sebaliknya, dari kajian unsur pasal 311 KUHP, yang mewajibkan pelakuuntuk membuktikan kebenaran materiil (in casu : isi email Prita), maka jika memang isi dari email Prita tersebut sesuai dengan kenyataan dna fakta yang sebenarnya, maka Prita harus dibebaskan dari dakwaan maupun tuntutan pasal 311 KUHP tersebut. Kata ”fitnah” yang ada dalam klausul pasal 311 KUHP terjadi apabila suatu tuduhan tidak sesuai dengan kenyaaan, namun jika tuduhan tersebut sesuai dengan kenyataan yang terjadi, maka hal demikian tidak dapat diklasifikasikan sebagai ”fitnah”. Bahwa, dari berbagai literatur, para sarjana hukum pidana berpendapat, bahwa tindak pidana yang diatur oleh Pasal 311 KUHP tidak berdiri sendiri.Artinya, tindak pidana tersebut masih terkait dengan ketentuan tindak pidana yang lain, dalam hal ini yang erat terkait adalah ketentuan Pasal 310 KUHP.(Tongat, 2000, Hal. 160-161). Sehingga Penuntut Umum harus terlebih dahulu dapat membuktikan apabila Prita terbukti melawan ketentuan Pasal 310 KUHP.
Walaupun pada akhirnya Prita Mulyasari dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang setelah tiga minggu menjadi penghuni Lapas Wanita Tangerang karena Majelis Hakim menilai bahwa Prita Mulyasari tidak mempunyai maksud dengan sengaja menyebarkan Surat Elektronik kepada khalayak luas dengan demikian tidak ada perbuatan yang melawan hukum oleh Prita Mulyasari,hal itu juga diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen khususnya Pasal 4 huruf d yaitu:
“Hak untuk didengar pendapat atau keluhan atas barang atau jasa.”
3.2.Contoh Kasus Tradmerk
Pelanggaran merek “iPad” oleh perusahaan Apple yang ternyata telah dipatenkan oleh perusahaan Fujitsu
Merek “iPad” yang telah diumumkan oleh pihak Apple pada 27 januari 2010, langsung mendapatkan peringatan di hari setelahnya yaitu tanggal 28 januari 2010, karena dianggap telah melanggar hak merek dagang dari perusahaan Fujitsu.
Menurut pihak Fujitsu, “iPad” merupakan hak merek yang sudah dimasukkan ke Komisi Paten dan Hak Cipta Amerika Serikat sejak 2003. Nama iPad versi Fujitsu merupakan salah satu produk komputer portabel ciptaan Fujitsu. Walaupun memang pada kenyataannya, pihak Fujitsu belum memasarkan produknya secara resmi, sehingga nama tersebut terbengkalai. Hal ini jelas adalah pelanggaran HAKI sesuai dengan UU no 15 Tahun 2011, dikarenakan pihak fujitsu telah terlebih dulu mematenkan merek “iPad”. Jika mengurut ke dalam perundang-undangan di Indonesia, pihak fujitsu dapat berpegang pada UU no 15 Tahun 2011 pasal 76 mengenai gugatan atas pelanggaran merek yang berisi :
“Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa :
a. gugatan ganti rugi, dan/atau
b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.”
Tetapi kasus ini dapat berakhir dengan damai berdasarkan laporan Patent and Trademark Office Amerika Serikat, perusahaan asal Jepang tersebut menandatangani penyerahan seluruh hak atas nama iPad ke Apple pekan lalu. Namun, tidak dijelaskan mengenai rincian transaksi yang dilakukan oleh kedua perusahaan tersebut sehingga sampai ke mendapatkan kesepakatan damai.
3.3.Contoh Kasus Defamation
Berkicaunya Denny Indrayana di Twitter (Defamation)
Denny Indrayana adalah seorang aktivis dan akademisi Indonesia yang di angkat menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Seperti kita ketahui belakangan ini namanya mulai muncul di berbagai media, terutama di media online atau jejaring sosial twitter akibat pernyataannya yang menyudutkan advokat. Seperti Advokat koruptor adalah koruptor itu sendiri. Yaitu Advokat yang asal membela membabi buta. Yang tanpa malu terima uang bayaran dari hasil korupsi”. Pernyataan Denny yang di posting di akun twiternya pada tanggal 18 Agustus 2012 pukul 07:09 membuat kalangan advokat merasa tersudut, terutama advokat Oc Kaligis yang sering menangani kasus-kasus para koruptor.
Oc Kaligis menilai ada pernyataan Denny di twitter yang menghina, sehingga beliau melaporkan Denny ke Polda Metro Jaya atas pencemaran nama baik. Denny dilaporkan atas sejumlah pasal yakni pasal 310, 311, dan 315 KUHP juga pasal 22 UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dapat mengancam Denny dengan hukuman di atas 5 tahun penjara atau denda paling banyak satu miliar rupiah.
Dari gugatan tersebut, akhirnya Denny meminta maaf kepada pihak yang merasa tersindir atas “tweetwar” nya di jejaring sosial twitter. Hal itu semata-mata hanya untuk melampiaskan kekesalannya terhadap para koruptor di negara ini.
Namun, permintaan maaf nya sudah terlambat. Gugatan terhadapnya sudah masuk proses hukum. Kini, Denny harus mempertanggung jawabkan “tweetwar” nya itu di pengadilan.
Menurut kami sebagai masyarakat, kasus ini tidak sepenuhnya kesalahan Denny, karena selama pernyataannya itu di “anonim”-kan nama pihak yang di maksud itu masih belum melanggar hukum dan pernyataan Denny juga ada benarnya, buat apa advokat itu membela orang yang korupsi? Berarti sama saja ia membela orang yang bersalah. Oc Kaligis juga tidak perlu melaporkan kasus ini ke pengadilan kalau dia tidak merasa seperti yang dimaksudkan Denny. Negara ini bebas mengungkapkan pendapat dimanapun, kapanpun, dalam bentuk apapun.
3.4.Contoh Kasus Duty Care
Perusahaan peranti lunak, Microsoft dan Norton, Selasa (23/3/2010), menginformasikan adanya ancaman penyusupan virus baru lewat surat elektronik (e-mail) yang merusak data komputer pengguna layanan internet, seperti Yahoo, Hotmail, dan AOL (American OnLine). Virus itu masuk ke surat elektronik dalam bentuk program presentasi Power Point dengan nama “Life is Beautiful”. Jika Anda menerimanya, segera hapus file tersebut. Karena jika itu dibuka, akan muncul pesan di layar komputer Anda kalimat: “it is too late now; your life is no longer beautiful….” (Sudah terlambat sekarang, hidup Anda tak indah lagi).
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Cyberlaw adalah hukum yang di gunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet.
Jonathan Rosenoer dalam cyberlaw – the law of internet menyebut ruang lingkup cyberlaw yang terbagi menjadi 15 poin. Ada dua model yang di usulkan oleh mieke untuk mengatur kegiatan cyberspace, yaitu:
a. Model ketentuan paying (Umbrella Provisions).
b. Model Triangle Regulations.
Perkembangan Teknologi Informasi (TI) dan khusunya juga internet ternyata tak hanya mengubah cara bagaimana seseorang berkomunikasi, mengola data dan informasi.
Disisi lain, perkembangan TI dan internet ini juga telah sangat mempengaruhi hamper semua bisnis di dunia untuk terlibat dalam implementasi dan menerapkan berbagai aplikasi. Banyak manfaat dan keuntungan yang bisa di raih kalangan bisnis dalam kaitan ini. Baik dalam konteks internal , evfektivitas dan eksternal.
Masalah hukum yang di kenal dengan cyberlaw ini tidak hanya terkait dengan keamanandan kepastian transaksi, juga keamanan dan kepastian berinvestasi. Karena di harapkan adanya perangkat hukum yang relevan dan kondusif, sehingga kegiatan akan dapat berjalan dengan kepastian hukum yang munkin menjerat semua kejahatan dalam berinternet.
4.2. Saran
Pada dasarnya penggunaan Internet dengan bijak dan Tepat. Insya Allah jauh dari Hukum Pidana tentang dunia Cyber.
Sudah banyak contoh-contoh yang terjadi di dunia Cyber Indonesia yang terkena dampak dari Hukum Cyber Law. Antara lain Tentang Fitnah, penghinaan dan Penistaan , jual beli produk Elektronika tanpa buku panduan berbahasa indonesia dan lain sebagainya. Dari contoh tersebut Hukum Cyber law sendiri masih kurang jelas. Banyak UU ITE yang tidak sesuai dengan yang di pidanakan. Akhirnya Undang-Undang tersebut manjadi perdebatan dan Kontroversi antara pihak-pihak terkait.
Karena tidak semua penduduk Indonesia mengetahui Undang-Undang Informasi dan transaksi elektronika. Dan Undang-Undang ITE masih harus di perbaiki ,perjelas dan di pertegas. Karena masih banyak Kontroversi di antara masyarakat yang buta akan Teknologi. Internet terutama Dunia Cyber.
Dunia maya tidak berbeda jauh dengan dunia nyata. Mudah-mudahan para penikmat teknologi dapat mengubah mindsetnya bahwa hacker itu tidak selalu jahat.
DAFTAR PUSTAKA
http://cyberlawbsi-cyberlaw.blogspot.com/rlaw.blogspot.com/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/04/sedikit-mengenai-cyberlaw.com/
http://transtvnews.blogspot.com/
http://okezone.com/
http://tugaskuliahesti.blogspot.com/
http://kelompokeptikbsi.com/
http://detik.com/
http://google.co.id/
http://teknoinfo.web.id/undang-undang-baru-di-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_dunia_maya/
http://en.wikipedia.org/wiki/Cyber_crime/
http://id.wikipedia.org/wiki/Perangkat_perusak/
http://abangs03.wordpress.com/2011/10/22/hello-world/
http://herbalgrosir.info/2008/03/26/undang-undang-cyber-law-indonesia/
http://kelompok1bsicikarang.blogspot.com/2012/11/fitnah-penghinaan-dan-penistaan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Prita_Mulyasari
http://news.liputan6.com/read/538379/kasus-dokter-ira-hakim-harus-belajar-dari-kasus-prita
2.1. Pengertian Cyber Crime
Pada awalnya, cyber crime didefinisikan sebagai kejahatan komputer.
Menurut mandell dalam Suhariyanto (2012:10) disebutkan ada dua kegiatan Computer Crime :
1. Penggunaan komputer untuk melaksanakan perbuatan penipuan, pencurian atau penyembunyian yang dimaksud untuk memperoleh keuntungan keuangan, keuntungan bisnis, kekayaan atau pelayanan.
2. Ancaman terhadap kompute itu sendiri, seperti pencurian perangkat keras atau lunak, sabotase dan pemerasan
Pada dasarnya cybercrime meliputi tindak pidana yang berkenaan dengan sistem informasi baik sistem informasi itu sendiri juga sistem komunikasi yang merupakan sarana untuk penyampaian/pertukaran informasi kepada pihak lainnya.
2.2. Pengertian Cyberlaw
Cyberlaw adalah Aspek hukum yang istilahnya berasal dari cyberspace law yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atau subjek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulai pada saat mulai online dan memasuki cyberspace atau dunia maya.
Berikut merupakan beberapa istilah yang dimaksudkan sebagai terjemahan dari ”cyber law”, misalnya, Hukum Sistem Informasi, Hukum Informasi, dan Hukum Telematika (Telekomunikasi dan Informatika).
Cyberlaw merupakan salah satu solusi dalam menangani kejahatan di dunia maya yang
demikian meningkat jumlahnya.Cyberlaw bukan saja keharusan, melainkan sudah merupakan suatu kebutuhan untuk menghadapi kenyataan yang ada sekarang ini, yaitu banyaknya berlangsung kegiatan cybercrime.Tetapi Cyberlaw tidak akan terlaksana dengan baik tanpa didukung oleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas dan ahli dalam bidangnya. Tingkat kerugian yang ditimbulkan dari adanya kejahatan dunia maya ini sangatlah besar dan tidak dapat dinilai secara pasti berapa tingkat kerugiannya.
Tetapi perkembangan cyberlaw di Indonesia ini belum bisa dikatakan maju. Oleh karena itu, pada tanggal 25 Maret 2008 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE ini mengatur berbagai perlindungan hukum atas kegiatan yang memanfaatkan internet sebagai medianya, baik transaksi maupun pemanfaatan informasinya. Sejak dikeluarkannya UU ITE ini, maka segala aktivitas didalamnya diatur dalam undang-undang tersebut. Cyberlaw ini sudah terlebih dahulu diterapkan di Negara seperti Amerika Serikat, Eropa,Indonesia, Australia, dan lain sebagainya.
2.3. Tujuan Cyberlaw
Cyberlaw sangat dibutuhkan, kaitannya dengan upaya pencegahan tindak pidana, ataupun penanganan tindak pidana. Cyber law akan menjadi dasar hukum dalam proses penegakan hukum terhadap kejahatan-kejahatan dengan sarana elektronik dan komputer, termasuk kejahatan pencucian uang dan kejahatan terorisme.
2.4. Ruang Lingkup Cyberlaw
Pembahasan mengenai ruang lingkup ”cyber law” dimaksudkan sebagai inventarisasi atas persoalan-persoalan atau aspek-aspek hukum yang diperkirakan berkaitan dengan pemanfaatan Internet.
Jonathan Rosenoer dalam Cyber Law – The Law Of Internet menyebutkan ruang lingkup cyber law :
1. Copy Right (Hak Cipta)
2. Trademark (Hak Merk)
3. Defamation (Pencemaran Nama Baik)
4. Hate Speech (Fitnah, Penghinaan,Penistaan)
5. Hacking, Viruses, Illegal Access (Serangan terhadap fasilitas computer)
6. Regulation Internet Resource
7. Privacy
8. Duty Care (Prinsip Kehati-hatian)
9. Criminal Liability
10. Procedural Issues (yuridiksi, pembuktian, penyelidikan dll)
11. Electronic Contract (kontrak elektronik dan di tanda tangan digital)
12. Pornography
13. Robbery (Pencurian)
14. Consumer Protection (Perlindungan konsumen)
15. E-Commerce, E- Government
1. Copy Right (Hak Cipta)
Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta maupun penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya maupun memberi izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Trademark (Hak Merk)
Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.
Hak atas merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik merek yang terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek atau memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
3. Defamation (Pencemaran Nama Baik)
Defamation diartikan sebagi pencemaran nama baik dan bisa juga dengan istilah slander (lisan), libel (tertulis) yang dalam Bahasa Indonesia (Indonesian translation) diterjemahkan menjadi pencemaran nama baik, fitnah (lisan), fitnah (tertulis). Slander adalah oral defamation (fitnah secara lisan) sedangkan Libel adalah written defamation (fitnah secara tertulis). Dalam bahasa Indonesia belum ada istilah untuk membedakan antara slander dan libel. Penghinaan atau defamation secara harfiah diartikan sebagai sebuah tindakan yang merugikan nama baik dan kehormatan seseorang.
4. Hate Speech (Fitnah, Penghinaan,Penistaan)
Hate Speech dalam arti hukum, Hate speech adalah perkataan, perilaku, tulisan, ataupun pertunjukan yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindakan kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut.
5. Hacking, Viruses, Illegal Access (Serangan terhadap fasilitas computer)
Hacking adalah suatu aktifitas dari hacker yaitu orang yang tertarik dan mendalami sistem operasi komputer sehingga mengetahui kelemahan yang ada pada suatu sistem tetapi tidak memanfaatkan
kelemahan suatu sistem atau situs kemudian dengan kemampuannya itu kelemahan tersebut untuk hal kejahatan.
Virus adalah program yang dibuat oleh seorang programmer yang bersifat mengganggu dan merusak proses-proses yang dikerjakan komputer. Virus menginfeksi file dengan eksetensi tertentu. Misalnya exe, txt, jpg dan lain sebagainya.
Illegal access merupakan kejahatan dunia maya yang berkaitan dengan kerahasiaan, integritas dan keberadaan data dan sistem komputer. Illegal access terjadi ketika seseorang memasuki atau menyusup kedalam suatu system jaringan komputer dengan tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan dari pemilik sistem jaringan komputer yang dimasukinya. Dengan maksud untuk mendapatkan data komputer atau maksud-maksud tidak baik lainnya, atau berkaitan dengan sistem komputer yang dihubungkan dengan sistem komputer lain.
6. Regulation Internet Resource
7. Privacy
Kerahasiaan pribadi (Bahasa Inggris: privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan dengan anonimitas walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh orang yang dikenal publik. Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari keamanan.
8. Duty Care (Prinsip Kehati-hatian)
Duty Care adalah Dimana seseorang atau suatu instansi harus berhati-hati dalam menggunakan media internet. karena media internet sangat banyak sekali cybercrime sehingga duty care (prinsip kehati-hatian) itu sangat diperlukan.
2.5. Topik-topik Cyberlaw
Secara garis besar ada lima topic dari cyberlaw di setiap negara yaitu:
• Information security, menyangkut masalah keotentikan pengirim atau penerima dan integritas dari pesan yang mengalir melalui internet. Dalam hal ini diatur masalah kerahasiaan dan keabsahan tanda tangan elektronik.
• On-line transaction, meliputi penawaran, jual-beli, pembayaran sampai pengiriman barang melalui internet.
• Right in electronic information, soal hak cipta dan hak-hak yang muncul bagi pengguna maupun penyedia content.
• Regulation information content, sejauh mana perangkat hukum mengatur content yang dialirkan melalui internet.
• Regulation on-line contact, tata karma dalam berkomunikasi dan berbisnis melalui internet termasuk perpajakan, retriksi eksport-import, kriminalitas dan yurisdiksi hukum.
2.6. Komponen-komponen Cyberlaw
• Pertama, tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen ini menganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku dan diterapkan di dalam dunia maya itu;
• Kedua, tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untuk melakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggung jawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawab dalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internet provider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikan melalui jaringan internet;
• Ketiga, tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentang patent, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia cyber;
• Keempat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukum yang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yang mempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian dari sistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan;
• Kelima, tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiap pengguna internet;
• Keenam, tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspek kepemilikan dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapat dihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi;
• Ketujuh, tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internet sebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.
2.7. Asas-asas Cyberlaw
Dalam kaitannya dengan penentuan hukum yang berlaku dikenal beberapa asas yang biasa digunakan, yaitu:
• Subjective territoriality, yang menekankan bahwa keberlakuan hukum ditentukan berdasarkan tempat perbuatan dilakukan dan penyelesaian tindak pidananya dilakukan di negara lain.
• Objective territoriality, yang menyatakan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum dimana akibat utama perbuatan itu terjadi dan memberikan dampak yang sangat merugikan bagi negara yang bersangkutan.
• Nationality yang menentukan bahwa negara mempunyai jurisdiksi untuk menentukan hukum berdasarkan kewarganegaraan pelaku.
• Passive nationality, yang menekankan jurisdiksi berdasarkan kewarganegaraan korban.
• Protective principle yang menyatakan berlakunya hukum didasarkan atas keinginan negara untuk melindungi kepentingan negara dari kejahatan yang dilakukan di luar wilayahnya, yang umumnya digunakan apabila korban adalah negara atau pemerintah,
• Universality. Asas ini selayaknya memperoleh perhatian khusus terkait dengan penanganan hukum kasus-kasus cyber. Asas ini disebut juga sebagai “universal interest jurisdiction”. Pada mulanya asas ini menentukan bahwa setiap negara berhak untuk menangkap dan menghukum para pelaku pembajakan. Asas ini kemudian diperluas sehingga mencakup pula kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity), misalnya penyiksaan, genosida, pembajakan udara dan lain-lain. Meskipun di masa mendatang asas jurisdiksi universal ini mungkin dikembangkan untuk internet piracy, seperti computer, cracking, carding, hacking and viruses, namun perlu dipertimbangkan bahwa penggunaan asas ini hanya diberlakukan untuk kejahatan sangat serius berdasarkan perkembangan dalam hukum internasional.
Oleh karena itu, untuk ruang cyber dibutuhkan suatu hukum baru yang menggunakan pendekatan yang berbeda dengan hukum yang dibuat berdasarkan batas-batas wilayah. Ruang cyber dapat diibaratkan sebagai suatu tempat yang hanya dibatasi oleh screens and passwords. Secara radikal, ruang cyber telah mengubah hubungan antara legally significant (online) phenomena and physical location.
2.8. Teori-teori Cyberlaw
Berdasarkan karakteristik khusus yang terdapat dalam ruang cyber maka dapat dikemukakan beberapa teori sebagai berikut :
• The Theory of the Uploader and the Downloader, Berdasarkan teori ini, suatu negara dapat melarang dalam wilayahnya, kegiatan uploading dan downloading yang diperkirakan dapat bertentangan dengan kepentingannya. Misalnya, suatu negara dapat melarang setiap orang untuk uploading kegiatan perjudian atau kegiatan perusakan lainnya dalam wilayah negara, dan melarang setiap orang dalam wilayahnya untuk downloading kegiatan perjudian tersebut. Minnesota adalah salah satu negara bagian pertama yang menggunakan jurisdiksi ini.
• The Theory of Law of the Server. Pendekatan ini memperlakukan server dimana webpages secara fisik berlokasi, yaitu di mana mereka dicatat sebagai data elektronik. Menurut teori ini sebuah webpages yang berlokasi di server pada Stanford University tunduk pada hukum California. Namun teori ini akan sulit digunakan apabila uploader berada dalam jurisdiksi asing.
• The Theory of International Spaces. Ruang cyber dianggap sebagai the fourth space. Yang menjadi analogi adalah tidak terletak pada kesamaan fisik, melainkan pada sifat internasional, yakni sovereignless quality.
2.9. Hukum Yang Terkait
Untuk hukum yang terkait dengan masalah dunia cyber. Di Indonesia saat ini sudah ada Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berhubungan dengan dunia cyber, yaitu RUU Informasi dan Transaksi Elektronik (RUU ITE) yang telah di sahkan menjadi undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik. Dan telah ditetapkan menjadi undang-undang pada Rapat Paripurna Dewan tanggal 25 Maret 2008.UU ITE terdiri dari 13 Bab dan 54 Pasal dengan cakupan materi antara lain:
- Pengakuan informasi dan atau dokumen elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
- Pengakuan atas tanda tangan elektronik.
- Penyelenggaraan sertfikasi elektronik dan sistem elektronik.
- Hak kekayaan intelektual dan perlindungan hak pribadi.
- Perbuatan yang dilarang serta ketentuan pidananya.
2.10. Perangkat Hukum Cyber law
Menetapkan prinsip-prinsip dan pengembangan teknologi informasi antara lain:
- Melibatkan unsur yang terkait (pemerintah, swasta, professional).
- Menggunakan pendekatan moderat untuk mensintesiskan prinsip hukum konvensional.
- Memperhatikan keunikan dari dunia maya.
- Mendorong adanya sector swasta sebagai leader dalam persoalan yang menyangkut industry.
- Pemerintah harus mengambil peran dan tanggung jawab yang jelas untuk persoalan.
- Aturan hukum yang akan dibentuk tidak bersifat restriktif melainkan harus direktif.
Melakukan pengkajian terhadap perundangan nasional yang memiliki kaitan langsung maupun tidak langsung dengan munculnya persoalan huikum akibat transaksi di internet seperti: UU Hak Cipta, UU Merk, UU Informasi dan Transaksi Elektronik, UU Perlindungan Konsumen, UU Penyiaran dan Telekomunikasi, UU Perseroan Terbatas, UU Penanaman Modal Asing, UU Per-pajakan, Hukum Kontrak, Hukum Pidana dll.
2.11. Kebijakan Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Penyalahgunaan Informasi Dunia Maya
“Salah satu kemajuan terknologi informasi yang diciptakan pada akhir abad ke-20 adalah internet. Jaringan komputer-komputer yang saling terhubung membuat hilangnya batas-batas wilayah. Dunia maya menginternasionalisasi dunia nyata. Dunia cyber yang sering disebut dunia maya menjadi titik awal akselerasi distribusi informasi dan membuat dunia internasional menjadi tanpas batas. “Teknologi informatika saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan peradaban dunia, sekaligus menjadi sarana efektif melawan hukum. Maka untuk menghadapi sifat melawan hukum yang terbawa dalam perkembangan informasi data di dunia maya. Diperlukan sebuah perlawanan dari hukum positif yang ada. “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya” hal ini adalah asas legalitas yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hukum pidana merupakan salah satu instrumen dalam menghadapi perbuatan melawan hukum. Maka perlu dikaji lebih mendalam secara teoritik bagaimana kebijakan hukum pidana yang dalam faktanya sering kalah satu langkah dengan tindak pidana. Dalam hal ini terhadap kejahatan penyalahgunaan informasi data di dunia cyber.
Sesuai Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU No. 11 tahun 2008 tentang ITE) Pasal 1 angka 1 bahwa : “Informasi elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, poto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
2.12. Perkembangan Cyberlaw di Indonesia
Inisiatif untuk membuat “cyberlaw” di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999. Fokus utama waktu itu adalah pada “payung hukum” yang generik dan sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan “payung” ini dilakukan agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.
Namun ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain pun masuk ke dalam rancangan “cyberlaw” Indonesia. Beberapa hal yang mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking, membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik. Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa undang-undang. Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya terasa di Indonesia, maka Indonesia berhak mengadili yang bersangkutan. Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan / hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan oleh Amerika Serikat.
2.13. Pasal dalam Undang-undang ITE
Pada awalnya kebutuhan akan Cyber Law di Indonesia berangkat dari mulaibanyaknya transaksi-transaksi perdagangan yang terjadi lewat dunia maya. Atastransaksi-transaksi tersebut, sudah sewajarnya konsumen, terutama konsumen akhir(end-user) diberikan perlindungan hukum yang kuat agar tidak dirugikan, mengingat transaksi perdagangan yang dilakukan di dunia maya sangat rawanpenipuan.
Dan dalam perkembangannya, UU ITE yang rancangannya sudah masuk dalamagenda DPR sejak hampir sepuluh tahun yang lalu, terus mengalami penambahandisana-sini, termasuk perlindungan dari serangan hacker, pelaranganpenayangancontent yang memuat unsur-unsur pornografi, pelanggaran kesusilaan,pencemaran nama baik, penghinaan dan lain sebagainya.
Terdapat sekitar 11 pasal yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang dilarangdalam UU ITE, yang mencakup hampir 22 jenis perbuatan yang dilarang. Dari 11Pasal tersebut ada 3 pasal yang dicurigai akan membahayakan blogger, pasal-pasalyang mengatur larangan-larangan tertentu di dunia maya, yang bisa saja dilakukanoleh seorang blogger tanpa dia sadari. Pasal-Pasal tersebut adalah Pasal 27 ayat (1) dan (3), Pasal 28 ayat (2), serta Pasal 45 ayat (1) dan (2).
Pasal 27 ayat (1)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.
Pasal 27 ayat (3)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Pasal 28 ayat (2)
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Atas pelanggaran pasal-pasal tersebut, UU ITE memberikan sanksi yang cukup berat sebagaimana di atur dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2).
Pasal 45 ayat (1)
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 45 ayat (2)
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pelanggaran Norma Kesusilaan
Larangan content yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) idealnya mempunyai tujuan yang sangat mulia. Pasal ini berusaha mencegah munculnya situs-situs porno dan merupakan dasar hukum yang kuat bagi pihak berwenang untuk melakukan tindakan pemblokiran atas situs-situs tersebut. Namun demikian, tidak adanya definisi yang tegas mengenai apa yang dimaksud melanggar kesusilaan, maka pasal ini dikhawatirkan akan menjadi pasal karet.
Bisa jadi, suatu blog yang tujuannya memberikan konsultasi seks dan kesehatan akan terkena dampak keberlakuan pasal ini. Pasal ini juga bisa menjadi bumerang bagi blog-blog yang memuat kisah-kisah perselingkuhan, percintaan atau yang berisi fiksi macam novel Saman, yang isinya buat kalangan tertentu bisa masuk dalam kategori vulgar, sehingga bisa dianggap melanggar norma-norma kesusilaan.
Penghinaan dan Pencemaran Nama Baik
Larangan content yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) ini sebenarnya adalah berusaha untuk memberikan perlindungan atas hak-hak individu maupun institusi, dimana penggunaan setiap informasi melalui media yang menyangkut data pribadi seseorang atau institusi harus dilakukan atas persetujuan orang/institusi yang bersangkutan.
Bila seseorang menyebarluaskan suatu data pribadi seseorang melalui media internet, dalam hal ini blog, tanpa seijin orang yang bersangkutan, dan bahkan menimbulkan dampak negatif bagi orang yang bersangkutan, maka selain pertanggungjawaban perdata (ganti kerugian) sebagaimana diatur dalam Pasal 26 UU ITE, UU ITE juga akan menjerat dan memberikan sanksi pidana bagi pelakunya.
Dalam penerapannya, Pasal 27 ayat (3) ini dikhawatirkan akan menjadi pasal sapu jagat atau pasal karet. Hampir dipastikan terhadap blog-blog yang isinya misalnya: mengeluhkan pelayanan dari suatu institusi pemerintah/swasta, atau menuliskan efek negatif atas produk yang dibeli oleh seorang blogger, blog yang isinya kritikan-kritikan atas kebijakan pemerintah,blogger yang menuduh seorang pejabat telah melakukan tindakan korupsi atau tindakan kriminal lainnya, bisa terkena dampak dari Pasal 27 ayat (3) ini.
Pasal Pencemaran Nama Baik
Selain pasal pidana pencemaran nama baik dalam UU ITE tersebut di atas, Kitab-Kitab Undang Hukum Pidana juga mengatur tentang tindak pidana penghinaan dan pencemaran nama baik. Pasal-pasal pidana mengenai penghinaan dan pencemaran nama baik ini memang sudah lama menjadi momok dalam dunia hukum. Pasal-pasal tersebut antara lain Pasal 310 dan 311 KUHP.
Pasal 310 KUHP :
“(1) Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling lama 9 bulan……..”
“(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan, dipertunjukan atau ditempelkan dimuka umum,maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan…”
“(3) Tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis, jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa untuk membela diri.”
Pasal 311 KUHP:
“(1) Jika yang melakukan kejahatan pencemaran tertulis, dalam hal dibolehkan untuk membuktikan bahwa apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bettentangan dengan apa yang diketahui, maka da diancam karena melakukan fitnah, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.”
2.14. Dampak positif dan negatif undang-undang informasi dan transaksi elektronik
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau yang bisa disingkat dengan UU ITE yang diterbitkan pada 25 Maret 2008 dengan cakupan meliputi globalisasi, perkembangan teknologi informasi, dan keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Undang-Undang ini marupakan undang-undang yang dinilai mempunyai sisi positif dan negatif.
- Sisi Positif UU ITE
UU itu juga dapat mengantisipasi kemungkinan penyalahgunaan internet yang merugikan, memberikan perlindungan hukum terhadap transaksi dan sistem elektronik serta memberikan perlindungan hukum terhadap kegiatan ekonomi misalnya transaksi dagang.Penyalahgunaan internet kerap kali terjadi seperti pembobolan situs-situs tertentu milik pemerintah.Kegiatan ekonomi lewat transaksi elektronik seperti bisnis lewat internet juga dapat meminimalisir adanya penyalahgunaan dan penipuan.
UU itu juga memungkinkan kejahatan yang dilakukan oleh seseorang di luar Indonesia dapat diadili.Selain itu, UU ITE juga membuka peluang kepada pemerintah untuk mengadakan program pemberdayaan internet.Masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang kurang tersentuh adanya internet.Undang-undang ini juga memberikan solusi untuk meminimalisir penyalahgunaan internet.
- Sisi Negatif UU ITE
BAB III
STUDY KASUS
3.1.Kasus Pencemaran Nama baik
Berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi saat ini bukan hanya memberikan dampak yang positif,tapi juga bisa memberi dampak negatif atau bisa dikatakan dunia maya juga mempunyai sisi gelapnya tersendiri .saat ini kejahatan bukan hanya terjadi di dunia nyata saja tetapi juga bisa terjadi di dunia maya.sebagai contoh adalah pencemaran nama baik (Defamation),bila kita cermati saat ini kasus pencemaran nama baik di dunia maya melalui media online banyak terjadi,contoh kasus pencemaran nama baik yang pernah terjadi di masyarakat dan sempat menimbulkan polemik dan kontraversi di masyarakat pada tahun 2009 adalah kasus Prita Mulyasari yang menyampaikan keluhan melalui surat elektronik (e-mail) mengenai pelayanan Rumah Sakit (RS) Omni International Tangerang.
Keluh kesah Prita tersebut berwujud email yang dikirimkan Prita ke temantemannyasebagai curhat dan wujud kekecewaannya atas pelayanan publik di rumah sakit OMNI International Hospital. Email Prita tersebut berjudul “Penipuan Omni International Hospital Alam Sutra Tanggerang”.Sebagian kutipan tulisan Prita dalam emailnya :
”Bila anda berobat, berhati-hatilah dengan kemewahan rumah sakit dan
titel international, karena semakin mewah rumah sakit dan semakin
pinter dokter, maka semakin sering uji pasien, penjualan obat dan
suntikan, saya tidak mengatakan semua rumah sakit international
seperti ini, tapi saya mengalami kejadian ini di Rumah Sakit OMNI
International”.(Tempo, Edisi 14 Juni 2009).
Email inilah yang kemudian dijadikan tuntutan oleh Jaksa PenuntutUmum kepada Pengadilan Negeri Tangerang untuk menuntut Prita dengan delik pencemaran nama baik (penghinaan), sebagaimana dimaksuf pasal 27 ayat (3) juncto pasal 45 ayat (1) Undang-Undang 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi elektronik, dan pasal 310 ayat (2) juncto pasal 311 ayat (1) KUHP.(Rakhmati Utami, SH., Surat Dakwaan Kejaksaan NegeriTangerang No. Reg. Perkara 432/TNG/05/2009, tertanggal 20 Mei 2009).
Dakwaan jaksa penuntut umum tersebut, merupakan sebuah faktaadanya penambahan pasal dari pasal yang dilaporkan dan pasal yang merupakan hasil penyidikan di tingkat kepolisian.Penambahan pasal ini oleh sebagian orang dianggap sebagai penyimpangan.Penyimpangan lain dalam kasus Prita adalah perampasan hak mengemukakan pendapat sebagaimana ditentukan dalam pasal 28 UUD 1945dan Pasal 19 Deklarasi Universal (PBB) Hak Asasi Manusia (DUHAM)tanggal 10 Desember 1928, serta pencabutan hak anak-anak Prita untuk mendapat ASASI yang merupakan bagian dari hak anak atas kelangsungan hidup dan tumbuh kembangnya, sebagaimana ditentukan dalam Konvensi Hak Anak yakni Kepres No.36 Tahun 1990, Undang-Undang No.39 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, demikian juga merupakan pengabaian hak konsumen atau pasien untuk mendapat pelayanan yang baik dari produsen atau dokter, sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Konsumen dan Undang-Undang Praktek Kedokteran.
PEMENUHAN UNSUR-UNSUR PASAL 27 AYAT (3) JO PASAL 45AYAT (1) UNDANG-UNDANG 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK, PASAL 310 AYAT (2) DAN PASAL 311 AYAT (1) KUHP DALAM KASUS PRITA.
1. Pemenuhan Unsur Pasal 27 Ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (1) Undang-Undang 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Ketentuan Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan :
”Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikandan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. (Tim Redaksi Pustaka Yustisia, 2009, hal. 30. atau baca : Gradien Mediatama, 2009, hal. 53).
Sedangkan ketentuan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang No.11 Tahun2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik menyatakan :
”Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pasal 27ayat (1), ayat (2), ayat (3) atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjarapaling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyakRp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah)”. (Tim Redaksi PustakaYustisia, 2009, hal. 30. atau baca : Gradien Mediatama, 2009, hal. 53).
Dalam ketentuan pasal 27 ayat 3 dan pasal 45 ayat 1 Undang-UndangITE (Informasi dan Transaksi Elektronik), tidak terdapat definisi secara jelas apa yang dimaksud dengan penghinaan atau pencemaran nama baik. Karena untuk menentukan secara jelas apa yang dimaksud dengan penghinaan atau pencemaran nama baik, harus merujuk pada ketentuan pasal 310 ayat (1) KUHP mengenai pencemaran lisan (smaad), pasal 310 ayat (2) mengenai pencemaran tertulis (smaadscrifft), dan pasal 310 ayat (3) sebagai penghapusan pidana (untuk kepentingan umum dan pembelaan terpaksa). Jika email Prita yang berjudul ”Rumah Sakit Omni International Telah Melakukan Penipuan” tersebut dianggap sebagai pencemaran nama baik (penghinaan) bagi dokter dan rumah sakit, sebagaimana ditentukan pasal 27 ayat 3 UU ITE, perlu diingat bahwa email Prita tersebut bersifat pribadi dan ditujukan hanya kepada teman-teman terdekatnya. Artinya, Prita tidak bermaksud menyebarluaskan tuduhan itu kepada umum.Dengan demikian, unsur penyebar-luasan sebagaimana disyaratkan pada pasal dimaksud tidak terpenuhi. Perbuatan Prita yang mengirimkan email tersebut mungkin tanpa motifsengaja mencemarkan nama baik, hanya bersifat keluhan pribadi, kecuali kalau teman-temannya sengaja mengirim kembali email tersebut kemudian menambah-nambahi, maka yang harus bertanggungjawab dalam permasalahanini seharusnya tidak hanya Prita tapi juga teman-temannya tersebut. Pasal 27 ayat (3) UU ITE ini cukup sulit pembuktiannya, oleh karena orang yang melanggar harus dibuktikan memiliki motif sengaja mencemarkan nama baik. Jika hanya bersifat keluhan pribadi, tidak dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hukum. Sama halnya, ketika kita mengirimkan sms kesesorang yang isinya bahwa si A telah melakukan penipuan. Terkecuali jika memang ada motif tertentu dalam mengirim email atau sms, maka harus dibuktikan motif tersebut, sedangkan membuktikan adanya motif tertentu sangatlah sulit dilakukan. Sehingga tidak segampang itu menerapkan pasal 27 ayat (3) UU ITE tersebut, oleh karena dunia maya sangat jauh berbeda dengandunia nyata, setiap orang bisa dengan sangat mudah mengaku dia Prita,Krisdayanti, Lunamaya dan sebagainya. Satu fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa pihak OMNI InternationalHospital telah memberikan klarifikasi dna hak jawabnya pada milis yang sama dengan Prita, namun ia masih tetap memproses permasalahan ini melalui jalur hukum pidana dan perdata, dan anehnya gugatan perdatanyapun dikabulkan. Pasal 45 ayat (1) UU ITE memang menjerat pelaku pasal 27 ayat (3) UU ITE dengan hukuman pejara diatas 5 (lima) tahun, namun jika permasalahan ini dikenakan pasal-pasal tersebu, maka betapa lemahnya posisi konsumen (pasien), dan ini jelas merupakan pemasungan warga negara untuk berpendapat. Jika hal ini dibenarkan, maka akan banyak korban seperti Prita, karena di era keterbukaan seperti ini, betapa banyak konsumen yang mengikuti rubrik surat pembaca di mass media maupun di blog untuk berkeluh kesah dan berdiskusi.
2. Pemenuhan Unsur Pasal 310 Ayat (2) Dan Pasal 311 Ayat (1) KUHP Ketentuan pasal 310 ayat (1) jo ayat (2) KUHP menyatakan :
“Barang siapa dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik
seseorang dengan menuduhkan suatu hal, dengan maksud terang supaya
tuduhan itu diketahui umum, diancam karena pencemaran, dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak
empat ribu lima ratus rupiah”.
”jika hal ini dilakukan dengan tulisan atau gambar yang disiarkan dan dipertunjukkan pada umum atau ditempelkan, maka yang berbuat dihukum karena menista dengan tulisan dengan hukuman penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.4500,-(empat ribu lima ratus rupiah). (Andi Hamzah, 2003, hal.124).
Pasal 311 ayat (1) KUHP menyatakan :
”Barang siapa melakukan kejahatan menista atau menista dengan tulisan,dalam hal ia diizinkan untuk membuktikan tuduhan itu, jika ia tidak dapat membuktikan dan jika tuduhan dilakukannya sedang diketahui tidak benar, dihukum karena salah memfitnah dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun”.(R. Soesilo, 1976, hal. 196).
Ketentuan pasal 310 KUHP menjerat pelakunya dengan hukumanpenjara maksimum 9 (sembilan) bulan.Demikian pula, dengan ketentuan pasal 311 juga menjerat pelakunya dengan hukuman penjara maksimum 4 (empat) tahun. Jika kedua ketentuan ini dikoneksikan dengan ketentuan pasal 21 KUHAP, maka merupakan sebuah pelanggaran apabila Kejaksaan Negeri Tangerang menahan Prita, oleh karena menurut ketentuan pasal 21 KUHAP,penahan hanya bisa dilakukan jika ancaman hukumannya di atas 5 (lima) tahun. Sehingga jelas, tindakan jaksa penuntut umum dalam kasus Prita sangat tidak profesional.(Leden Marpaung, 1995, hal. 113).Pasal 310 KUHP cenderung mengatur tentang penghinaan formil, dalam artian, lebih melihat cara pengungkapan dan relatif tidak peduli dengan aspek kebenaran isi penghinaan. Sehingga pembuktian kebenaran penghinaan hanya terletak di tangan hakim sebagaimana diatur pasal 312 KUHP. Sehingga ketentuan semacam ini sangatlah bersifat subyektif dan ditentukan oleh kemampuan terdakwa untuk meyakinkan hakim bahwa penghinaan dilakukan demi kepentingan umum atau terpaksa membela diri, sebagaimana ditentukan pasal 310 ayat (3) maka jika Prita dapat membuktikan di depan persidangan bahwa tindakannya dilakukan untuk kepentingan umum dan membela diri, maka Prita akan terbebas dari segala dakwaan dan tuntutan hukum. Terlebih ketentuan pasal 310 KUHP (penghinaan, pencemaran nama baik) adalah sangat identik dengan adanya kehormatan, harkat dan martabat, sedangkan yang memiliki kehormatan, harkat dna marabat adalah manusia, badan hukum, sehinga oleh karenanya pasal 310 KUHP ini hanya diperuntuk kepada korban manusia bukan badan hukum. Hal ini merujuk pada ketentuan pasal 28G ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan :
”Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang ada di bawah kekuasaannya”.(Soetanto Soepiadhy, 2004, hal.70).
Sebaliknya, dari kajian unsur pasal 311 KUHP, yang mewajibkan pelakuuntuk membuktikan kebenaran materiil (in casu : isi email Prita), maka jika memang isi dari email Prita tersebut sesuai dengan kenyataan dna fakta yang sebenarnya, maka Prita harus dibebaskan dari dakwaan maupun tuntutan pasal 311 KUHP tersebut. Kata ”fitnah” yang ada dalam klausul pasal 311 KUHP terjadi apabila suatu tuduhan tidak sesuai dengan kenyaaan, namun jika tuduhan tersebut sesuai dengan kenyataan yang terjadi, maka hal demikian tidak dapat diklasifikasikan sebagai ”fitnah”. Bahwa, dari berbagai literatur, para sarjana hukum pidana berpendapat, bahwa tindak pidana yang diatur oleh Pasal 311 KUHP tidak berdiri sendiri.Artinya, tindak pidana tersebut masih terkait dengan ketentuan tindak pidana yang lain, dalam hal ini yang erat terkait adalah ketentuan Pasal 310 KUHP.(Tongat, 2000, Hal. 160-161). Sehingga Penuntut Umum harus terlebih dahulu dapat membuktikan apabila Prita terbukti melawan ketentuan Pasal 310 KUHP.
Walaupun pada akhirnya Prita Mulyasari dinyatakan bebas oleh Pengadilan Negeri Tangerang setelah tiga minggu menjadi penghuni Lapas Wanita Tangerang karena Majelis Hakim menilai bahwa Prita Mulyasari tidak mempunyai maksud dengan sengaja menyebarkan Surat Elektronik kepada khalayak luas dengan demikian tidak ada perbuatan yang melawan hukum oleh Prita Mulyasari,hal itu juga diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen khususnya Pasal 4 huruf d yaitu:
“Hak untuk didengar pendapat atau keluhan atas barang atau jasa.”
3.2.Contoh Kasus Tradmerk
Pelanggaran merek “iPad” oleh perusahaan Apple yang ternyata telah dipatenkan oleh perusahaan Fujitsu
Merek “iPad” yang telah diumumkan oleh pihak Apple pada 27 januari 2010, langsung mendapatkan peringatan di hari setelahnya yaitu tanggal 28 januari 2010, karena dianggap telah melanggar hak merek dagang dari perusahaan Fujitsu.
Menurut pihak Fujitsu, “iPad” merupakan hak merek yang sudah dimasukkan ke Komisi Paten dan Hak Cipta Amerika Serikat sejak 2003. Nama iPad versi Fujitsu merupakan salah satu produk komputer portabel ciptaan Fujitsu. Walaupun memang pada kenyataannya, pihak Fujitsu belum memasarkan produknya secara resmi, sehingga nama tersebut terbengkalai. Hal ini jelas adalah pelanggaran HAKI sesuai dengan UU no 15 Tahun 2011, dikarenakan pihak fujitsu telah terlebih dulu mematenkan merek “iPad”. Jika mengurut ke dalam perundang-undangan di Indonesia, pihak fujitsu dapat berpegang pada UU no 15 Tahun 2011 pasal 76 mengenai gugatan atas pelanggaran merek yang berisi :
“Pemilik Merek terdaftar dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan Merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis berupa :
a. gugatan ganti rugi, dan/atau
b. penghentian semua perbuatan yang berkaitan dengan penggunaan Merek tersebut.”
Tetapi kasus ini dapat berakhir dengan damai berdasarkan laporan Patent and Trademark Office Amerika Serikat, perusahaan asal Jepang tersebut menandatangani penyerahan seluruh hak atas nama iPad ke Apple pekan lalu. Namun, tidak dijelaskan mengenai rincian transaksi yang dilakukan oleh kedua perusahaan tersebut sehingga sampai ke mendapatkan kesepakatan damai.
3.3.Contoh Kasus Defamation
Berkicaunya Denny Indrayana di Twitter (Defamation)
Denny Indrayana adalah seorang aktivis dan akademisi Indonesia yang di angkat menjadi Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Seperti kita ketahui belakangan ini namanya mulai muncul di berbagai media, terutama di media online atau jejaring sosial twitter akibat pernyataannya yang menyudutkan advokat. Seperti Advokat koruptor adalah koruptor itu sendiri. Yaitu Advokat yang asal membela membabi buta. Yang tanpa malu terima uang bayaran dari hasil korupsi”. Pernyataan Denny yang di posting di akun twiternya pada tanggal 18 Agustus 2012 pukul 07:09 membuat kalangan advokat merasa tersudut, terutama advokat Oc Kaligis yang sering menangani kasus-kasus para koruptor.
Oc Kaligis menilai ada pernyataan Denny di twitter yang menghina, sehingga beliau melaporkan Denny ke Polda Metro Jaya atas pencemaran nama baik. Denny dilaporkan atas sejumlah pasal yakni pasal 310, 311, dan 315 KUHP juga pasal 22 UU No 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang dapat mengancam Denny dengan hukuman di atas 5 tahun penjara atau denda paling banyak satu miliar rupiah.
Dari gugatan tersebut, akhirnya Denny meminta maaf kepada pihak yang merasa tersindir atas “tweetwar” nya di jejaring sosial twitter. Hal itu semata-mata hanya untuk melampiaskan kekesalannya terhadap para koruptor di negara ini.
Namun, permintaan maaf nya sudah terlambat. Gugatan terhadapnya sudah masuk proses hukum. Kini, Denny harus mempertanggung jawabkan “tweetwar” nya itu di pengadilan.
Menurut kami sebagai masyarakat, kasus ini tidak sepenuhnya kesalahan Denny, karena selama pernyataannya itu di “anonim”-kan nama pihak yang di maksud itu masih belum melanggar hukum dan pernyataan Denny juga ada benarnya, buat apa advokat itu membela orang yang korupsi? Berarti sama saja ia membela orang yang bersalah. Oc Kaligis juga tidak perlu melaporkan kasus ini ke pengadilan kalau dia tidak merasa seperti yang dimaksudkan Denny. Negara ini bebas mengungkapkan pendapat dimanapun, kapanpun, dalam bentuk apapun.
3.4.Contoh Kasus Duty Care
Perusahaan peranti lunak, Microsoft dan Norton, Selasa (23/3/2010), menginformasikan adanya ancaman penyusupan virus baru lewat surat elektronik (e-mail) yang merusak data komputer pengguna layanan internet, seperti Yahoo, Hotmail, dan AOL (American OnLine). Virus itu masuk ke surat elektronik dalam bentuk program presentasi Power Point dengan nama “Life is Beautiful”. Jika Anda menerimanya, segera hapus file tersebut. Karena jika itu dibuka, akan muncul pesan di layar komputer Anda kalimat: “it is too late now; your life is no longer beautiful….” (Sudah terlambat sekarang, hidup Anda tak indah lagi).
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Cyberlaw adalah hukum yang di gunakan di dunia cyber (dunia maya) yang umumnya diasosiasikan dengan internet.
Jonathan Rosenoer dalam cyberlaw – the law of internet menyebut ruang lingkup cyberlaw yang terbagi menjadi 15 poin. Ada dua model yang di usulkan oleh mieke untuk mengatur kegiatan cyberspace, yaitu:
a. Model ketentuan paying (Umbrella Provisions).
b. Model Triangle Regulations.
Perkembangan Teknologi Informasi (TI) dan khusunya juga internet ternyata tak hanya mengubah cara bagaimana seseorang berkomunikasi, mengola data dan informasi.
Disisi lain, perkembangan TI dan internet ini juga telah sangat mempengaruhi hamper semua bisnis di dunia untuk terlibat dalam implementasi dan menerapkan berbagai aplikasi. Banyak manfaat dan keuntungan yang bisa di raih kalangan bisnis dalam kaitan ini. Baik dalam konteks internal , evfektivitas dan eksternal.
Masalah hukum yang di kenal dengan cyberlaw ini tidak hanya terkait dengan keamanandan kepastian transaksi, juga keamanan dan kepastian berinvestasi. Karena di harapkan adanya perangkat hukum yang relevan dan kondusif, sehingga kegiatan akan dapat berjalan dengan kepastian hukum yang munkin menjerat semua kejahatan dalam berinternet.
4.2. Saran
Pada dasarnya penggunaan Internet dengan bijak dan Tepat. Insya Allah jauh dari Hukum Pidana tentang dunia Cyber.
Sudah banyak contoh-contoh yang terjadi di dunia Cyber Indonesia yang terkena dampak dari Hukum Cyber Law. Antara lain Tentang Fitnah, penghinaan dan Penistaan , jual beli produk Elektronika tanpa buku panduan berbahasa indonesia dan lain sebagainya. Dari contoh tersebut Hukum Cyber law sendiri masih kurang jelas. Banyak UU ITE yang tidak sesuai dengan yang di pidanakan. Akhirnya Undang-Undang tersebut manjadi perdebatan dan Kontroversi antara pihak-pihak terkait.
Karena tidak semua penduduk Indonesia mengetahui Undang-Undang Informasi dan transaksi elektronika. Dan Undang-Undang ITE masih harus di perbaiki ,perjelas dan di pertegas. Karena masih banyak Kontroversi di antara masyarakat yang buta akan Teknologi. Internet terutama Dunia Cyber.
Dunia maya tidak berbeda jauh dengan dunia nyata. Mudah-mudahan para penikmat teknologi dapat mengubah mindsetnya bahwa hacker itu tidak selalu jahat.
DAFTAR PUSTAKA
http://cyberlawbsi-cyberlaw.blogspot.com/rlaw.blogspot.com/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/04/sedikit-mengenai-cyberlaw.com/
http://transtvnews.blogspot.com/
http://okezone.com/
http://tugaskuliahesti.blogspot.com/
http://kelompokeptikbsi.com/
http://detik.com/
http://google.co.id/
http://teknoinfo.web.id/undang-undang-baru-di-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kejahatan_dunia_maya/
http://en.wikipedia.org/wiki/Cyber_crime/
http://id.wikipedia.org/wiki/Perangkat_perusak/
http://abangs03.wordpress.com/2011/10/22/hello-world/
http://herbalgrosir.info/2008/03/26/undang-undang-cyber-law-indonesia/
http://kelompok1bsicikarang.blogspot.com/2012/11/fitnah-penghinaan-dan-penistaan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Prita_Mulyasari
http://news.liputan6.com/read/538379/kasus-dokter-ira-hakim-harus-belajar-dari-kasus-prita